1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedudukan wanita yang menjadi objek
dalam dua karangan novel yang di ciptakan oleh Ahmad Tohari dan Oka Rusmini. Menguak
sisi adat istiadat dan kepercayaan wilayah masing masing tokoh dalam dua karya
novel tersebut. Novel mengambil
cerita tentang seorang ronggeng dengan kehidupannya dan bagaimana dia di dalam
masyarakat. Perjuangan seorang perempuan di dalam meniti pilihan hidupnya. Penciptaan karya sastra menimbulkan
adanya persepsi kurang baik dan sebuah pandangan tersendiri terhadap wanita,
wanita tidak memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki dan
wanita juga tidak berdaya intelektual tinggi, selain itu juga dapat
menimbulkan pandangan lain tentang wanita, yaitu selalu dianggap lemah, tidak kreatif,
berperan domestik, dan selalu berada pada kekuasaan laki-laki.
Disini penulis akan menguak lebih
dalam tentang perbandingan dua novel terkenal, “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari dan “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini.Pada novel “Ronggeng Dukuh Paruk”, pengarang menceritakan keadaan
sosial-politik pada masa sekitar 1965. Dimana banyak sekali korban sosial dan
kemanusiaan seperti tokoh Srintil sebagai masyarakat kecil yang menjadi korban
kesewenang-wenangan para penguasa yang berawal dari adat tanah tinggalnya
sendiri. Lalu novel kedua adalah “Tarian
Bumi” oleh Oka Rusmini, yang menceritakan percintaan terlarang antara
Telaga dan lelaki yang dicintainya yang terbatas oleh sebuah kasta yang sangat
dipegang teguh oleh masyarakat Bali. Telaga dari kasta brahmana namun suaminya,
Wayan dari kasta sudra.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana
kedudukan dan peranan tokoh Srintil dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari?
1.2.2 Bagaimana
kedudukan dan peranan tokoh Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mendiskripsikan
peranan dan kedudukan tokoh Srintil dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari.
1.3.2 Mendiskripsikan
peranan dan kedudukan tokoh Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” karya Ahmad Tohari
·
Sinopsis
Novel yang menggambarkan keterpurukan rakyat kecil dari
berbagai unsur sosial, politik dan budaya yang
dilengkapi dengan konflik kejiwaan para tokoh yang beragam. Dari semua unsur tersebut diramu melalui cerita hilangnya
sebuah tradisi ronggeng, kemiskinan
desa, serta romantika percintaan yang menyatu dalam cerita.
Cerita ini berawal dari suatu desa terpencil, Dukuh Paruk yang kering kerontang telah menampakan kehidupannya kembali
ketika Srintil menjadi ronggeng. Penduduk Dukuh Paruk yang merupakan keturunan Ki
Secamenggala yang dianggap moyang mereka menganggap bahwa kehadiran Srintil
akan mengembalikan citra pedukuhan yang sebenarnya. Srintil adalah anak dukuh
paruk yang yatim-piatu akibat bencana tempe bongkrek. Tak terkecuali juga kedua
pembuat tempe
itu, yaitu kedua orang tua Srintil. Setelah malapetaka itu terjadi,
Srintil yang saat masih bayi
kemudian dipelihara oleh kakek neneknya, Sakarya suami istri, sampai pada
akhirnya mereka menyadari ternyata Srintil memiliki “indang” ronggeng
sehinnga kakek Srintil menyerahkannya kepada dukun ronggeng yang bernama
Kartareja. Srintil menggantikan ronggeng sebelumnya atas
restu arwah Ki Secamenggala dengan melewati berbagai prosesi untuk menjadi ronggeng yang sesungguhnya. Dukuh Paruk
yang semula tampak mati itu pun kembali hidup sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru menggantikan ronggeng yang meninggal dua
belas tahun yang lalu. Sekejap Srintil telah menjadi primadona yang menyelamatkan
Dukuh Paruk dari kehilangan jati dirinya.
Banyak sekali
yang bahagia atas kehadiran ronggeng Srintil. Namun, hal itu tidak dirasakan
oleh Rasus yang sangat benci dan kecewa menerima kenyataan bahwa Srintil benar-benar
menjelma menjadi seorang ronggeng. Sebab, Srintil adalah perempuan
yang sangat dicintainya dan
sebagai tempatnya untuk menggambarkan sosok emak yang tidak diketahuinya. Setelah Srintil
benar-benar menjadi seorang ronggeng, Rasus kehilangan sosok emaknya dan
berfikir bahwa Srintil
bukan lagi miliknya
sendiri,
melainkan milik semua orang. Ia pun kemudian meninggalkan dukuh
paruk dan bertempat tinggal di desa Dawuan, tempat yang dijadikan sebagai pengasingan
diri dari adat dukuh paruk. Di desa tersebut, membuat pandangan Rasus banyak berubah. Setelah itu, Rasus bertemu dengan kelompok
tentara sehingga membuat Rasus
tergabung menjadi serdadu.
Pengenalan atas dunia perempuan yang dialami di Dawuan pun banyak membuat pandangan
terhadap Srintil sebagai tokoh bayang-bayang ibunya bergeser jauh, bahkan
berhasil disingkirkannya. Oleh karena itu, ketika Rasus ditawari oleh Srintil
untuk menjadi suaminya ia menolak. Rasus yakin bahwa ia mampu hidup tanpa kehadiran bayangan
Emak, bayangan yang selama ini membuatnya resah.
Atmosfer politik menjelang tahun
1965 mengubah sendi-sendi kehidupan Dukuh
Paruk. Pedukuhan yang selama ini hanya mengenal suara calung dan tembang
ronggeng itu mulai disusupi paham-paham dan lambang-lambang partai. Awalnya
karena rombongan ronggeng pedukuhan itu sering diundang naik pentas di tengah
rapat umum dan kampanye politik oleh kelompok partai komunis. Namun sesungguhnya Srintil yang tidak tahu
apa tujuan dari semua itu telah dijadikan
umpan penarik massa dalam rapat-rapat propaganda. Peristiwa
G30S PKI meletus dan keadaan berbalik, PKI gagal merebut kekuasaan. Orang Dukuh
Paruk pun dituding sebagai antek komunis karena seringnya mereka meramaikan
kampanye politik partai itu. Dukuh Paruk kemudian hancur bersama kobaran api,
pedukuhan itu menjadi tumbal kemarahan terhadap
PKI.
Dalam lintasan hidupnya secara
tidak dimengerti oleh Srintil, ia terlibat dalam kekalutan politik 1965.
Srintil yang sedang naik daun, harus meringkuk di dalam penjara sebagai tahanan
politik karena dianggap sebagai pendukung PKI melalui berbagai pementasan
ronggengnya.
Setelah dibebaskan dari penjara, Pengalaman pahit sebagai tahanan politik membuat
Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Srintil berniat
memperbaiki citra dirinya, meninggalkan
dunia ronggeng, dan menata hidup sebagai perempuan yang tidak mau dimiliki oleh
semua orang, ia ingin menjadi istri dari seorang lelaki dengan mengharapkan
kehadiran Rasus. Letih menunggu Rasus, ternyata Bajus muncul dalam hidupnya dan sepercik
harapan pun timbul, harapan yang makin lama makin membuncah. Srintil berharap Bajus menikahinya. Akan tetapi, harapan itu hancur ketika
Bajus yang terkesan akan menikahinya itu ternyata tetap menganggapnya sebagai
ronggeng yang boleh dimiliki oleh semua lelaki. Hancur leburlah hati Srintil
tak kuat menahan penderitaan batinnya sampai ke titik nadir, Srintil
kemudian menjadi gila yang pada akhirnya menyisakan luka di hati Rasus.
· Peranan tokoh Srintil dalam tradisi
ronggeng.
Ronggeng adalah tradisi pada sebuah desa, Dukuh Paruk yang
memiliki makna sosial dan spiritual. Sosial karena berurusan dengan kehidupan
sosial masyarakat pada saat itu beserta segala tradisinya, dan sakral karena
berkiblat oleh kesakralan makam Ki Secamenggala. Disitu menyuarakan peranan
Srintil sebagai ronggeng sebuah desa milik bersama yang sangat berharga,
Srintil sangat menyadari hal itu bahwa ia adalah seorang ronggeng yang harus
selalu tampil sempurna dan dapat memikat setiap jiwa lelaki. Begitu berharganya
kehadiran seorang ronggeng, sampai-sampai para istri tidak pernah merasa
cemburu bila suaminya menjamah Srintil, bahkan mereka menjual apa saja guna
bisa bersama Srintil meski hanya satu malam. Jiwa keronggengan yang didapat
Srintil adalah gratis, ia tidak belajar dari siapaun. Dari kecil ia memang suka
manari dan sangat lihai melakukanya, dari sinilah Srintil dianggap mendapat
indang dari Ki Secamenggala. Tekat Srintil untuk menjadi ronggeng sudah bulat, ia
menjalani segala tata upacara dan persyaratan yang harus dilaluinya dengan
seksama, meskipun itu susah ia tetap menjalani ketiga persyaratan itu dengan
sepenuh hati sebelum resmi menjadi seorang ronggeng. Pertama Srintil harus
mementaskan sebuah ronggeng di hadapan masyarakat Dukuh Paruk. Masyarakat
menyambut antusias akan kabar ini setelah bertahun-tahun adat ronggeng seperti
menghilang ditelan bumi di desa mereka. Nyai Kertareja yang bertaggungjawab
akan Srintil malam itu, ia mendandani dan membacakan mantera pada ubun-ubun
Srintil. Yang
kedua, Srintil harus dimandikan di makam Ki Secamenggala, makam yang
dikeramatkan oleh masyarakat Dukuh Paruk. Yang ketiga adalah bukak klambu,
calon ronggeng harus menjalani upacara bukak klambu. Semacam sayembara bagi
setiap lelaki yang bisa membayar paling mahal maka ia akan mendapatkan
keperawanan Srintil. Mulai dai sinilah timbul kebimbangan di hati Srintil
karena ia terlanjur jatuh cinta pada rasus. Ia tau, ini adalah hal yang berat
baginya dan juga wanita-wanita lain. Namun hukum adat tetap harus dilaksanakan.
Tidak disangka, Srintil mengingkari persyaratan ketiga ini, ia pergi kerumah
Rasus dan meminta Rasus untuk menggaulinya tanpa syarat apapun. Srintil lebih
rela bila keperawananya jatuh pada orang yang ia cintai, menurutnya itu lebih
tepat. Sejak kejadian itu, Rasus pergi dari desanya karena ia merasa tidak
mematuhi lagi hukum adat. Pandangan Srintil mengenai ronggeng Dukuh Paruk,
dimana ia mencintai seorang lelaki dan ingin hidup denganya tidak tewujud.
Ronggeng tidak boleh terikat pada seorang lelaki, ia tidak boleh menikah, juga
tidak boleh hamil. Dan dia pun kini benar-benar seorang ronggeng, bermartabat,
berkedudukan, dan kaya raya. Tidak lama kejayaan itu bagi Srintil, ia mulai
jenuh dengan kehidupan ronggeng yang dijalaninya. Ia tetap masih mencintai
Rasus, ia membutuhkan Rasus, bahkan ia selalu mencari Rasus hingga kehilangan
separuh selera hidupnya. Pada hiruk-pikuk kehidupan Srintil yang
terombang-ambing inilah mul tokoh Goder, seorang bayi yang tidak tau apa-apa,
yang lemah namun memberikan kekuatan luar biasa pada Srintil untuk merubah
jalan hidupnya lagi. goder adalah sosok nyata yang tidak bisa didapatkan
Srintil secara nyata. Tradisi ronggeng semakin dibalikan oleh Srintil, hilam,
tenggelam, dan tiada. Kini ia bukanlah seorang ronggeng Dukuh Paruk yang selalu
diagung-agungkan lagi. Ia mulai menjalani kehidupan barunya bersama Bajus, lelaki
yang berusaha ia cintai. Ketika hampir berhasil ia mengalihkan pandangan dari
Rasus, ternyata Bajus menghianati Srintil dengan menjualnya pada seorang mandor
dan menuduh Srintil adalah bagian dari PKI. Srinti, ronggeng, dan jiwa sehatnya
telah hilang.
2.2
Novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini
· Sinopsis
Cerita bermula ketika Luh Sekar berobsesi menjadi seorang
yang berdrajat tinggi, dan untuk memnuhi obsesinya itu, dia melakukan banyak
cara. Luh Sekar terlalu mengagungkan nilai-nilai kebangsawanan, dia berfikir
menjadi bagian dari keluarga besar “griya” drajatnya lebih tinggi.
Setelah disunting secara sah oleh Ida Bagus Ngurah Pidada, Luh Sekar tidak
hanya harus meninggalkan keluarga dan kebiasaan-kebiasaannya. Selain berganti
nama menjadi Jero Kenanga, dia harus juga meninggalkan semua yang pernah
membesarkannya.
Setelah Jero Kenangan menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada, maka lahirlah Ida
Ayu Telaga Pidada. Ida Ayu Telaga Pidada adalah seorang penari yang tidak
terkalahkan. Ida Ayu Telaga Pidada kemudian menikah dengan Wayan Sasmitha yang
seorang sudra, pernikahan itu dilarang. Karena dianggap menimbulkan malapetaka.
Dan dari pernikahan itu Telaga melahirkan Luh Sari.
Ketika Wayan Sasmitha meninggal, hal ini dianggap sebagai malapetaka yang
ditimbulkan dari pernikahan campuran. Dan malapetaka itu akan hilang jika
Telaga melakukan upacara “patiwangi”, upacara penanggalan gelar kebangsawanan.
Setelah upacara itu, dilangsungkan Telaga menjadi wanita sudra seutuhnya.
· Kedudukan Telaga dalam novel “Tarian Bumi” karya Oka Rusmini
Dalam kegemerlapan kehidupan di Bali, tedapat suatu adat yang sidegang teguh masyarakat
Bali hingga sekarang, yaitu kasta atau kelas sosial. Kasta memiliki empat
tingkat, mulai dari sudra sebagai kasta terendah sampai kasta brahmana sebagai
kasta tertinggi di Bali. Tentu saja kasta dalam kehidupanya mempengaruhi
kehidupan masyarakatnya mulai dari segi sosial maupun adat. Sudahlah jelas,
kasta tertinggi akan mendapat tempat di mata masyarakat dan sebaliknya. Oka
Rusmini menguak tentang semua keberadaan kasta di Bali secara berlebihan. Oka
Rusmini juga menjadikan perempuan sebagai objek penggambaranya karena menurutnya
wanita merupakan objek yang paling cocok dan menjadi syarat utama akan
kehidupan nyata mereka, dan dapat mengetuk hati pembaca agar tahu dibalik keindahan
dan kemeriahan Pulau Bali terdapat adat yang sungguh menyakitkan. Tidak hanya
dari kasta sudra yang menderita, perempuan dari kasta brahmana pun bisa
menderita, bahkan dianggap pembawa petaka. Telaga adalah potret gambaran
perempuan kasta brahmana di Bali yang kaya dan paling sempurna. Dialah korban
kebudayaanya sendiri, Telaga menjalani hidup dengan lapang dada. Dalam
kenyataanya, pria atau wanita bukan ditentukan dari segi biologis ketika mareka
lahir melainkan dari hukum adat yang mengikatnya. Jadi, sesungguhnya dapat kita
simpulkan bahwa perempuan-perempuan di Bali sangat kuat dalam menghadapi segala
cobaan yang datang menghampirinya.